“Makasih ya udah dianterin buat ke sekian kalinya…” ujar Najwa sambil tertawa polos.
“Iya, gapapa. Hati- hati ya nyebrangnya.” sahut Arial sambil menoleh ke arah Najwa.
“Iya, maaf ngerepotin loh ya…”
“No problem, girl! Duluan yaa!”
Arial berpamitan kepada Najwa seraya memacu motornya untuk kembali ke rumahnya. Najwa masih berdiri terdiam di tempat Arial menurunkannya tadi. Jalanan malam ini sangat ramai. Najwapun harus berhenti sejenak di tepi sebelum menyeberang jalan menuju rumahnya.
Kuiiringi langkahmu, Sampai ke akhir jalan…
Sungguh berat terasa, Menyadari semua…
Jam di dinding menunjukkan pukul 22.30 WIB, Najwa belum tidur karena masih ada tugas yang harus ia selesaikan.
“Sayang, sudah larut malam. Kamu kok belum tidur?” tanya Ayah Najwa sampai membuatnya berjingkat.
“Hah? Oh, ini Yah, Masih ada tugas buat besok. Tinggal dikit kok Yah.” sahut Najwa dengan sedikit panik.
“Oh, ya sudah kalo gitu. Ayah tidur duluan ya sayang. Selamat malam.”
Kalimat terakhir Ayahnya tak ia hiraukan. Najwa kembali berkutat dengan setumpuk tugas fisika yang jumlahnya mencapai 10 lembar. Najwa sedikit memaksakan diri.
* * *
“Inalillahi wa inailaihi roji’un. Telah meninggal salah seorang siswa dari kelas XI IA 2 yang bernama Arial Surya Hutama pada pukul 02.00 WIB dini hari kemarin. Mari kita tundukkan kepala sejenak untuk berdoa. Semoga arwah ananda Arial diterima di sisi Allah SWT…”
Begitu suara yang Najwa dengar dari interkom kelas. Ia terduduk lesu dengan pandangan kosong. Arial meninggal dunia! Orang yang kemarin baru saja memboncengnya pulang! Teman- temannya yang lain pun demikian, saling berpelukan dan menangis. Mereka sangat shock mendengar berita tersebut.
Merekapun bertakziah ke rumah Arial. Benar saja, di depan kompleks perumahan Arial telah terpampang berderet- deret rangkaian bunga ucapan belasungkawa dari rekan kerja dan kolega Papa Arial. Papa Arial adalah salah seorang pejabat bank daerah di kota mereka. Jadi tak aneh jika puluhan rangkaian bunga itu menyesaki jalanan itu.
Najwa meneteskan air mata saat melihat wajah Arial yang putih pucat itu. Najwa benar- benar tak menyangka akan hal ini. Oca sahabatnya, spontan memeluknya dan mendudukkannya melihat ia goyah seperti itu.
Di saat terakhirku, Menatap wajah itu…
Terpejam kedua mata, Dan terbang selamanya…
* * *
“Najwa! Bangun, sayang! Ini sudah jam setengah enam!” suara Ayah Najwa terdengar membahana di hadapan Najwa. Ia pun sejenak membuka mata dan mengucek- uceknya.
“Najwa, kamu mau telat ke sekolah? Lihat ini sudah jam berapa!” kata Ayah Najwa sambil menyodorkan jam beker ke depan muka Najwa.
“Astagfirullah hal adzim! Aku ketiduran, tugasku belum selesai! Gimana iniiiiii!” Najwa berteriak seperti orang kebakaran jenggot.
Sekolah akan dimulai satu jam lagi. Sedangkan, ia baru saja terbangun dan belum menyiapkan apapun. Bahkan belum mandi!
Najwa bergegas menyambar handuk dan seragam sekolahnya kemudian berlari ke kamar mandi tanpa mendengarkan ‘ceramah pagi’ Ayahnya. Tak sampai 10 menit, iapun telah berganti pakaian dan bersih. Setelah meletakkan handuk ke jemuran di balkon kamar, Najwa mematut dirinya di cermin sambil mengenakan sabuk. Tak lupa, ia menyemprotkan parfum sebanyak yang bisa keluar dari botol itu.
Dengan tergesa- gesa, Najwa menyiapkan buku pelajarannya dan tugas fisika (meski belum selesai) yang sudah susah payah ia kerjakan. Dengan tergopoh- gopoh ia menuruni tangga. Sampai di meja makan, ia menyambar roti tawar dan mengoleskan selai kacang di atasnya. Najwa duduk sejenak untuk mengunyahnya dan minum segelas susu yang memang dibuatkan untuknya.
“Bik, aku bekalnya double porsi ya. Aku gak sempat makan banyak nih, Bik.”
“Iya, Non…” sahut Bik Inah dari balik dapur.
“Habisin dulu susunya, sayang. Biar perutmu gak kosong.” kata Ibu Najwa dengan bijaksana.
Klakson mobil antar jemput Najwa telah terdengar. Ia mengambil kotak makannya yang baru saja disiapkan bibi. Ia pun berpamitan pada Ayah dan Ibunya sebelum meninggalkan rumah.
* * *
“Pagi Najwa! Tumben banget pagi- pagi udah makan?” suara laki- laki berhasil mengacaukan konsentrasi makan Najwa. Sendok yang ia pegang pun terjatuh.
“Aduh! Bikin kaget aja sih! Usil banget pake megang pundak dari belakang pula!” Najwa memaki laki- laki tadi.
Najwa mengernyitkan dahi keheranan. Bertanya- tanya dalam batinnya.
Arial? Masih hidup? Berartiii… Semalem itu cuma mimpi dong!
Najwapun menafsirkan apa yang ia lihat saat itu berarti mimpi belaka. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat bersyukur karena masih bisa melihat wajah tampan Arial lagi. Fiuuhhh… Alhamdulillah.
“Eh, Arial ternyata! Iya niih, aku tadi bangun kesiangan, jadi gak sempet sarapan deh.” sahut Najwa dengan semangat, rasa kesalnya telah terabaikan.
“Ooohhh… Ini apa pula? Buku fisika berantakan di mana- mana. Cewek kok jorok banget sih kamu Naj!” Arial keheranan melihat bangku Najwa yang penuh dengan kertas- kertas dan buku berisi soal- soal fisika yang belum ia selesaikan semalam.
“Hehehe, aku belum ngerjain tugas fisika, Rial. Mau ngajarin aku nggak? Aku gak tau rumusnya nih.” Najwa tertawa datar menjawab teguran Arial, sekaligus meminta bantuan Arial untuk menyelesaikan tugasnya.
“Yang mana yang gak bisa? Aku bantuin deh, mumpung lagi nganggur.” jawab Arial yang membuat hati Najwa berbunga dan semakin bersemangat.
“ Yeeee! Makasih Arial! Ini nih. Nomer 3 yang romawi II, pake cara yang mana?”
“ Oh, ini… Ini caranya…………” suara Arial semakin samar. Tak sadar, Najwa kini memandangi wajah Arial lekat- lekat.
Bunyi ringtone handphone membuyarkan lamunan Najwa. Ternyata, itu bunyi nada sms dari hp Arial. Najwa berpura- pura memperhatikan kertas berisi coretan rumus- rumus Arial. Secara tidak langsung, Najwa telah menyuruh Arial mengerjakan sendiri tugasnya.
“ Aduuh, maaf banget ya Naj, Aku dapet sms buat rapat OSIS nih Naj…”
“ Yaaah, Arial” Najwa memasang muka cemberut mendengar berita tersebut.
“ Sabar yah! Daaa Najwa…” sebelum Arial berlalu meninggalkan Najwa, ia spontan mengacak- acak rambut Najwa. Perlakuan tersebut membuat Najwa merasa diistimewakan oleh Arial.
Inginku mengejar dirimu, Menggenggam erat tanganmu…
Sungguhku tak rela…
* * *
“ Oca, aku pengen cerita nih…” ujar Najwa pada Oca saat mereka makan bersama di kantin.
“ Cerita aja, aku dengerin kok.”
“ Belakangan ini aku ngerasa ada yang aneh sama perasaanku ke Arial… Gak tau kenapa.”
Oca tersedak, ia segera memegang gelas es jeruk di hadapannya dan langsung meneguknya.
“ Uhuk… Uhuuuk… Jangan bilang kamu suka sama dia?!” nafas Oca masih tersengal- sengal.
“ Aku gak bisa bilang enggak, Ca…”
“ What?! Setelah apa yang kamu perbuat selama ini? Setelah Arial dan Nia jadian karena kamu comblangin?”
“ Aku gak tau Ocaaaa… Aku masih bingung sama perasaanku sendiri!”
“ Najwa, inget! Nia itu sahabat kamu sendiri! Kamu udah susah payah meyakinkan dia untuk nerima Arial. Kalo kamu ngomong hal ini secara langsung ke dia, apa kamu yakin Nia gak akan nelangsa?”
Najwa hanya terdiam, mendengarkan komentar Oca, yang ia kenal lebih berpengalaman dalam hal cinta.
“ Nia udah menghargai kamu dengan belajar mencintai Arial apa adanya. Apa kamu gak akan merasa bersalah menghancurkan harapan yang sekarang mereka rajut?”
“ Aku gak bermaksud seperti itu, Oca!” aku membela diri.
“ Hey girls! Pada makan gak ngajak- ngajak nih…” Najwa dan Oca dikejutkan oleh sapaan Arial. Pembicaraan mereka otomatis terhenti.
“ Arial ini hobi bikin orang jantungan deh! Huh! Cuppikk!” ujar Oca sekenanya.
“ Iya nih…” sahut Najwa lesu.
Rupanya Arial menyadari perubahan sikap Najwa padanya. Arial penasaran kenapa Najwa bisa menjadi demikian.
“ Najwa kenapa? Kok belakangan ini kamu kelihatan sering galau ya?”
“ Ahh… Gak kok, Rial. Sok tau deh kamu!” Najwa berusaha mengelak.
“ Alaaah… Gak usah bohong! Kamu jadi sering dengerin lagu- lagu mellow kan? Kamu kan pernah bilang, kalo salah satu tanda orang galau itu suka dengerin soundtrack patah hati gituu…” Arial berhasil men-skak mat Najwa.
“ Gak papaaa Ariaaaal… Aku Cuma pengen bermelankolis ria doang kok. Tenang aja.”
“ Oke, aku ngalah. Tapi jangan lupa cerita ya kalo ada yang ngganjel. Kita bertiga ini temen deket, gak usah ada rahasia- rahasiaan. Kalo ada salah satu sedih, pasti yang lain ikutan sedih. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.” jelas Arial panjang lebar lantas tersenyum.
Senyum itu… Senyum yang meluluhkan dinding pertahanan hati Najwa. Meskipun ia telah memahat tebing curam untuk membatasi dirinya dan Arial. Senyum yang membuat Najwa bisa melupakan orang terdahulu yang membuatnya sakit dan rapuh. Senyum yang menguatkan Najwa saat ia sedang tak bersemangat, tak bisa memegang kendali.
“ Duluan ya Naj, Ca!”
“ Mau ke mana, Rial?” tanya Oca
“ Mau njemput Nia nih. Dia minta ditemenin beli kado buat temennya yang ulang tahun. Bye!” Arial berdiri, menyandang tas ranselnya, dan berjalan menjauhi mereka.
“ Daaa… Hati- hati di jalan ya, Rial!” ucap Najwa dan Oca hampir bersamaan.
“ Tenang, Naj! Arial masih menghargai kamu kok. Buktinya dia turut sedih kalo kamu galau. Sabar ya! Nangisnya entar malem aja, Kalo mau tidur…” Oca membesarkan hati Najwa.
Kutahu kau tak tersenyum, Melihatku menangis…
Maka sekuat tenagaku, Kurelakan saat kepergianmu…
* * *
Sampai pada sore itu, Najwa menemani Arial dan Nia di kedai es krim ternama. Mereka mengobrolkan apa saja, tentang bagaimana Arial begitu suka dengan Nia dan Nia yang akhirnya mengenal Arial. Tapi seonggok rasa aneh itu menyergap Najwa tanpa ampun, memaksa matanya untuk bereaksi tidak wajar. Najwa tidak paham kenapa ia berkaca-kaca.
"Arial, Nia, aku ke belakang dulu ya. Enjoy your time."
Najwa buru-buru beranjak dari tempat duduknya dan tanpa menoleh lagi ia menutupi mukanya, menahan buncahan air mata yang tak tahu diri itu. Sesampainya ia di kamar mandi, Najwa menatap kaca. Ia sendirian. Najwa melihat dirinya, ia benci. Kenapa aku menangis? Tanya Najwa dalam hati. Pertanyaan itu justru memancing air matanya keluar lebih banyak lagi. Ia menangis sejadi-jadinya. Namun tetap hening. Najwa tidak ingin tangisnya didengar siapapun. Setelah puas menangis, ia keluar dari kamar mandi dan bergegas mengambil tasnya di kursi tempatnya tadi.
"Eh, aku les dulu ya. Got to go, have fun you two!"
"Lho, Najwa, kok buru-buru? Lesmu kan jam 6?" tanya Nia.
"Iya nih, ayo habisin dulu es krimmu!" kata Arial.
"Umm, nope, I'm full. Lagipula aku belum ngerjain PR buat les nanti, hehe. See you guys!" tutup Najwa tanpa memberi celah Arial dan Nia untuk mencegahnya pergi lagi.
***
Sekeluarnya dari kedai itu, Najwa menangis. Ia bersembunyi di balik pohon besar yang rindang, menyembunyikannya dari siapapun. Langit sudah mulai gelap. Najwa berjongkok seperti anak kecil dan menutupi mukanya, menangis sejadi-jadinya. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan hari ini, Najwa tidak tahu. Berapa banyak air mata yang ia keluarkan hari ini hanya untuk menyadari bahwa sebenarnya Najwa menyayangi Arial sepenuh hati, tanpa pamrih...
Najwa tidak tahu. Ngilu.
Takkan pernah, kulupakan dirimu…
Takkan sanggup, kurelakan semua…
***
Arial tidak tahu apa yang dirasakan oleh Najwa. Arial bersama Nia hanya karena ia tidak ingin melukai dan mempersulit Najwa, karena ia tahu Najwa sangat menyayangi sahabatnya itu. Arial tidak ingin merusak persahabatan mereka. Lagipula Arial masih ingat sms terakhir Najwa untuknya yang tak sanggup ia balas :
Arial,
Aku berharap kamu bisa membahagiakannya.
Menjadi yang terbaik untuknya.
Bercandalah dengannya, bagi ceritamu dengannya seperti yang kamu lakukan padaku.
Perlakukan ia layaknya putri raja.
Jika kamu menyakiti hatinya, aku akan merusak wajahmu. Haha :P
Tidak ada komentar:
Posting Komentar