"Apabila kita takut akan sesuatu, maka, rasa takut kita melebihi apa yang kita takutkan sesungguhnya..."

Jumat, 22 April 2011

Arial

Arial. Begitulah aku menyebutnya. Entah kenapa yang terlintas di benakku adalah nama itu. Saat aku ingin memberi nama fiksi padanya.
Kurang lebih satu tahun yang lalu, aku dipertemukan dengannya dalam suatu kesempatan. Takdir itulah yang mengharuskanku bertatap muka dengannya setiap hari. Bahkan, lebih intens akhir- akhir ini.
Dia hadir di saat yang tepat. Menggantikan orang terdahulu, yang memang ingin kuhapus bayangnya. Tanpa sadar dan berpikir panjang, akupun menjatuhkan pilihan padanya. Sebagai orang yang tepat untuk mempersembahkan hati ini. Berharap agar ia tahu, dan menjaganya, dengan ketulusan dan rasa yang sama.
Lambat laun, aku menyadari perbedaan akan rasa ini. Bukan sebagai teman biasa. Aku mencurahkan pikiranku untuk tertuju padanya. Kapanpun, Di manapun. Bahkan, saat aku menghadapi setumpuk rumus eksak yang harus kuhafal dalam waktu semalam. Yang terbayang hanya nama, senyum, dan ucapannya padaku.
Aku tak menyadari bahwa rasa ini salah. Cinta itu fitrah, dan tak ada yang bisa disalahkan saat kita mencintai seseorang. Itu yang selalu terngiang di telingaku, dan menggema memasuki syaraf dan tersimpan di memori otakku. Sebagaimana halnya dia. Aku perempuan, dan dia laki- laki, tidak ada salahnya aku menyukainya  dan berharap lebih. Itu prinsipku.
Kekagumanku semakin bertambah padanya saat aku mengetahui seberapa tinggi ilmu agamanya. Ia mampu menyelaraskan dengan kehidupan duniawinya dengan sangat baik. Diapun tidak sombong meskipun berasal dari keluarga berada. Dia tak segan mengantarkanku pulang meskipun hujan deras tengah mengguyur. Dia tak segan melindungiku dari air hujan dan bahaya malam yang mengancam. Aku memberi nilai lebih, atas rasaku untuknya.
Arial, entah sosok fiksi itu menjadi nyata. Atau dia memang benar- benar ada, dan aku memandangnya sebagai tambatan hati dalam goresan kisah hidupku? Tuhan, ampuni aku. Aku tak dapat menjadi manusia sempurna yang bisa menjaga pandangannya dan menundukkan perasaannya. Aku hanya mohon padamu, jauhkanlah aku dari rasa sakit yang menyayat dan pilu, saat tangisku pecah melihat ia bahagia dengan perempuan pilihannya.

22.04.2011
. nadnoph.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar