Ada yang mengusik hati kecil saya untuk berbagi artikel ini kepada para pembaca. Anggap saja ini sebagai bentuk protes saya atas apa yang saya alami kemarin sore. Kesemrawutan lalu lintas, kemacetan, sesak, ramai, gaduh, dan hal- hal yang dapat memancing emosi. Anehnya, saya bukan malah marah atau tersinggung, tapi justru takut. Melihat ribuan orang berjejal di jalanan, mengenakan dress code hijau, dan bertampang urakan sekaligus (menurut saya) tidak berpendidikan.
Terjebak kemacetan mungkin bukan hal yang aneh bagi warga Jakarta. Tapi, jika di Surabaya, terjebak macet selama 30 menit di jalan sepanjang 500 meter, dan bukan jalan protokol, adalah hal yang fantastis! Pengguna jalan lainnya pun hanya bisa pasrah dan mengalah melihat 'konvoi' ini terjadi. Padahal ada ratusan aparat berwenang yang berjajar di situ.
Bagaimana tanggapan mereka? Sebatas yang saya lihat, mereka hanya tersenyum dan petentang- petenteng memamerkan alat keamanan (yang saya tidak ketahui namanya) juga perut jemblung mereka dan mengatas namakan kekuasaan. Suporter kesebelasan ini tidak dapat dibedakan antara si kaya dan si miskin. Kalau dari penampilan, hanya sekitar 50% saja. Tapi dalam hal kedisiplinan dan keteladanan berlalu lintas, mereka sama saja!
Ada sebersit rasa kesal yang menggelayuti pikiran saya saat melihat kejadian tersebut. Tapi karena takut digoda, saya hanya bisa diam di dalam bemo yang saya tumpangi, dan berusaha mengamankan tas saya, mengantisipasi hal terburuk yang dapat saya alami. Mereka berjalan bersama- sama melawan arus, menyeberang jalan bukan pada tempatnya (di depan kendaraan yang terjebak macet), dan menggoda pengguna jalan yang berjilbab dengan mengucapkan salam.
Sebelum saya pulang, salah seorang kakak kelas saya yang membesarkan hati saya dengan berkata "Tenang, Mereka cinta damai kok dek..." Dan saya hanya menjawab sambil tersenyum kecut "Kalau orangnya seperti Mas semua, Saya baru percaya."
Saya cukup miris dengan kata- kata atau slogan yang terpampang di depan stadion melihat 'fenomena' ini.
Tunjukkan rek...
Arek Suroboyo adalah suporter yang bermartabat,
Berbuat anarki sama dengan mencoreng muka sendiri!
Lantas, siapa yang kini dikambing hitamkan dan harus bertanggung jawab atas kejadian ini? Aparatkah? Para suporter itu sendiri? Atau justru pengguna jalan yang melewati area tersebut? Dan percayakah anda semua, jika slogan itu dapat terwujud? Mungkin... Tapi itu, suatu saat nanti.... Wallahu 'allam bisshawwab :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar