Annyeong yeorobuuun! *\(^O^)/*
Nadnov is back! Kali ini dengan cerpen Islami sebagai tugas agama yaitu Dakwah.
Semoga berkenan yaaa :D
Selamat membaca...
“Dengan berakhirnya penampilan dari Vidi Aldiano, maka berakhir pulalah
acara Festival Musik SMA Mandala…”
“Saya Farhan, dan rekan saya…”
“Rana…”
“Mengucapkan pamit, dan… Sampai jumpa!” ucapku bersama Farhan dengan semangat
mengakhiri acara sekolah yang kami bawakan.
Suara petasan yang diledakkan ke udara, mengiringi turunnya kami ke backstage.
“Alhamdulillah ya, Na, acara kita sukses.”
“Iya, Han. Padahal waktu mulai tadi aku nervous banget, semua
penonton pada ngelihatin kita. Takut salah ngomong.”
“Gitu tadi kamu bilang nervous? Kamu kelihatan profesional dan
keren banget Rana! Two thumbs up for you.”
“Ah, gak perlu memuji aku deh. Ini juga berkat kerjasama kamu.” ujarku
lantas tersenyum mengakhiri pembicaraanku dengan Farhan.
“Rana, ada yang mau ketemu sama kamu tuh.” Mbak Icha, ketua panitia
festival musik ini menghampiriku.
“Siapa mbak?”
“Udah, lihat aja. Dijamin kamu gak bakal diapa – apain kok.”
Dengan sedikit ragu, aku berdiri bangkit dari kursi yang kududuki.
Mengintip sejenak keluar ruang tunggu.
“Ayo, sini, orangnya ada di ruang itu.” Mbak Icha melambaikan tangannya
dan menunjuk sebuah ruang yang terletak di samping ruang tungguku.
“Oh, iya mbak.”
Saat Mbak Icha membuka pintu, aku berdiri di belakangnya. Siapa tahu
yang akan kutemui adalah orang yang akan mengevaluasi kegiatan presenterku
sesaat lalu.
“Permisi, pak. Ini Rana, presenternya.”
“Oh, iya, makasih Icha. Silahkan duduk Rana.” aku tersenyum sekilas
sambil berjalan ke tempat duduk yang dipersilahkan bapak tadi.
“Perkenalkan, saya Suryo, produser di agensi Bintang management.”
“…” aku tidak tahu harus menjawab apa. Hanya bisa tersenyum sambil
menganggukkan kepala.
“Begini, Rana. Maksud saya memanggil kamu ke sini adalah, kami
memberikan tawaran kepada kamu untuk mengikuti casting acara musik yang
akan disiarkan di salah satu televisi swasta...”
“…” aku masih terdiam dan hanya mendengar perkataan pak Suryo.
“Jadi, kalau kamu lolos casting nanti, kamu akan menjadi co-host
di acara tersebut. Sedangkan presenter utama di acara tersebut adalah artis-
artis ibukota yang sudah terkenal, seperti Ruben Onsu dan Omesh… ”
“Tapi saya belum profesional, pak. Acara tadi aja cuma coba- coba dan
tuntutan dari sie acara.” kuberanikan diri mengeluarkan suara.
“Gak papa. Nanti kalau Rana lolos casting, Rana akan mendapat
kursus singkat dan seminar- seminar mengenai manajemen kepribadian dan soft-
skill dalam dunia presenter.”
“Hmmm, apa tidak mengganggu jadwal sekolah nantinya?”
“Oh, tenang! Itu bisa diatur. Rana datang saja ke acara castingnya
ya. Hari Minggu besok di Plaza Convex jam 9 pagi. Ini kartu nama saya, kalau
ada perlu, di situ ada nomor yang bisa kamu hubungi.”
“Hmmm, terima kasih kalau begitu, pak. Nanti akan saya pikirkan lagi
tawaran bapak.”
“Oke. Sampai jumpa Minggu besok ya Rana. Saya ada urusan lagi, harus
pergi sekarang.”
“Oh, iya pak. Semoga urusannya lancar.”
Sesampainya di rumah, aku menceritakan hal tersebut kepada Mami dan
Papiku.
“Mi, aku dapat tawaran casting jadi presenter lo.”
“Oh ya? Wow! Udah, ikut aja Rana. Lumayan loh, Na, setahu Mami,
management itu dan stasiun televisi itu sering mengorbitkan artis- artis baru.
Siapa tau kamu lagi beruntung.” Dukung Mami antusias.
“Tapi gimana sekolah Rana, Mi?”
“Ah, gampang, kamu nanti bisa homeschooling.” Papi menimpali.
“Minggu besok, Mami yang bakal antar kamu. Jadi banyak- banyak latihan
ya, Mami gak mau ntar malu.”
“Iya deh.” mulutku mengiyakan, tapi tidak dengan hatiku.
Hari yang kami tunggu tiba. Mami sangat mengharapkan keberhasilanku.
Kesempatan tidak datang dua kali, kata beliau.
“Rana, selamat. Kamu lolos casting. Minggu depan datang lagi ya
untuk interview.” seorang perempuan yang nametagnya bertuliskan
Indah, memberitakan itu setelah seluruh peserta, termasuk aku menjalani
casting.
Mami memelukku senang. Aku tidak tahu harus bagaimana. Di satu sisi aku
senang, namun di sisi yang lain, aku merasakan keraguan.
“Oh iya, untuk pertemuan berikutnya, mbak harap kamu tidak menggunakan
jilbab ya.” perkataan Mbak Indah bagaikan pukulan yang menghantam kepalaku.
“Lho, kenapa mbak? Tidak ada persyaratan yang mencantumkan itu kok.
Kenapa tiba- tiba di tengah jalan ada peraturan seperti itu?”
“Hmmm, begini Rana. Kamu lihat kan, tadi di luar, peserta yang
menggunakan jilbab hanya kamu. Mbak rasa, itu akan mempersulit kamu dan menjadi
alasan kalau kamu gagal ke tahap setelah interview.”
“Sudahlah, Rana. Ikuti saja peraturannya, toh kamu sendiri gak rugi.”
Mami berkilah.
Apa? Gak rugi? Apa maksud Mami? Aku terus membatin hingga perjalanan pulang ke rumah.
Aku tidak betah, aku harus menyelesaikan urusan ini sebelum terlalu
jauh. Mana mungkin aku melepaskan jilbabku!
“Mami, Papi, Rana mau bicara.”
“Ada apa Rana? Gak biasanya anak Papi ini serius sekali.”
“Aku gak mau ikut tahap interview presenter itu.” ucapku tegas.
“Why babe? It will give you many advantages and new
experiences!” Mami membuka suara.
“Keuntungan? Mudharat itu Mi, Pi! Aku gak mau kalau aku harus
lepas jilbab aku.”
“Ya, ampun. Kamu masih muda Rana! Berjilbab bisa kapan aja. Kamu belum
naik haji kan?” Papi menyambung.
“Sejak kapan pikiran Mami sama Papi jadi sesempit ini? Sejak kapan Mami
sama Papi membatas kemauan Rana? Kenapa Mami sama Papi menyimpangkan ajaran
Rasulullah!”
“Kamu kok jadi sok tau gitu sih, Na. Mami sudah sering bilang kan, kamu
gak usah bergaul sama anak- anak remas itu! Jadi seperti ini kan, kamu!”
“Mami! Jangan sebut mereka remas, mereka temen- temen Rana anak ekskul
Rohis. Mereka bahkan lebih tahu masalah agama daripada Mami dan Papi. ”
“Islam gak mengajarkan kamu buat membantah orang tua, kan?”
“Tapi Mami dan Papi justru menjerumuskan aku ke kemudharatan dan
kemaksiatan.”
Aku pergi, mengadu, pada Allah, Tuhanku yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.
“Ya Allah ya Rabb, Bukalah mata hati dan pikiran kedua orang tua
hamba. Buktikanlah bahwa keputusan yang mereka ambil adalah salah. Dan
tunjukkanlah pada mereka, berikanlah pada mereka kemudahan untuk membedakan
yang bathil dan haqq. Ampunilah dosa kedua orang tuaku ya Allah… Allahummaghfirli
waliiwaalidayya warhamhuma kama rabbayyanii shaghiiraa…”
diilhami dari Q.S. Al Ahzaab : 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar